Selasa, 31 Oktober 2017

Filosofi dari Rumah Adat Joglo

Filosofi dari Rumah Adat Joglo


Teras dan Pendopo

Salah satu ciri khas yang dimiliki rumah Jawa adalah teras yang tak beratap serta pendopo yang terbuka dengan empat tiang. Umumnya pendopo Jawa berbentuk segi empat memanjang ke arah samping kanan-kiri rumah. Pendopo ini juga dibangun tanpa pembatas di keempat sisinya. Hal ini melambangkan sikap terbuka pemilik rumah bagi siapa saja yang ingin datang.


Pendopo biasanya juga dibangun lebih tinggi dari halaman. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pemilik rumah dalam menerima tamu ataupun bercakap-cakap sambil duduk bersila di lantai dengan alas tikar yang memang menjadi tradisi masyarakat Jawa sejak dulu. Hal ini merupakan simbol suasana akrab dan rukun yang coba dibangun masyarakat Jawa dengan lingkungan sekitarnya.


Pringgitan

Menuju ke arah dalam, rumah adat Jawa memiliki ruang yang disebut sebagai Pringgitan. Ruang ini merupakan ruang peralihan dari pendopo menuju ke ruang dalem ageng. Dibuatnya ruangan ini memang memiliki tujuan tersendiri, yakni sebagai tempat untuk mengadakan pertunjukan wayang kulit di acara-acara tertentu.


Selain itu, ruangan ini juga memiliki makna konseptual tersendiri, yakni sebagai tempat untuk memperlihatkan diri sebagai simbol dari pemilik rumah bahwa dirinya hanyalah bayang-bayang atau wayang dari Dewi Sri, yakni dewi padi yang melambangkan sumber segala kehidupan, kesuburan, dan kebahagiaan dalam hidup.


Dalem Ageng

Semakin masuk ke dalam Joglo, maka kesannya akan makin menunjukkan tingkat privasi ruangan tersebut. Bagian dalam dari rumah Jawa disebut sebagai Dalem Ageng. Ruangan ini berbentuk segi empat dengan dikelilingi dinding-dinding di keempat sisinya. Dalam tradisi Jawa, Dalem Ageng merupakan bagian terpenting di dalam rumah karena di ruangan ini terdapat 3 senthong atau 3 kamar.
Tiga senthong tersebut terdiri dari senthong tengen, senthong tengah, dan senthong kiwa. Senthog tengah kadang juga disebut sebagai Krobongan yang digunakan sebagai tempat untuk menyimpan pusaka dan tempat pemujaan kepada Dewi Sri. Sementara itu, senthong tengen dan senthong kiwo digunakan oleh pemilik rumah sebagai kamar tidur, yakni senthong tengen untuk anggota keluarga perempuan dan senthong kiwa untuk anggota keluarga laki-laki.


Krobongan

Begitu lekatnya kepercayaan terhadap Dewi Sri dari masyarakat Jawa memang tidak lepas dari mata pencaharian mereka yang memang sebagian besar menjadi petani. Bagi masyarakat Jawa, Dewi Sri merupakan perwujudan dewi yang memegang peranan penting dalam kesejahteraan para petani. Untuk itu, demi kelancaran usahanya di bidang agrarian, dibuatkanlah ruangan khusus di dalam rumah untuk menghormati Dewi Sri ini.
Di ruangan ini juga disimpan harta pusaka yang dipercaya memiliki kekuatan gaib serta padi hasil panen pertama. Selain itu, perlengkapan standard kamar tidur juga tersedia di ruangan ini, seperti ranjang, kasur, bantal, dan guling. Hal ini dimaksudkan agar Krobongan digunakan sebagai kamar tidur bagi pengantin baru saat menjalani malam pertama, sebagai simbol kosmis bersatunya Dewa Kamajaya dan Dewi Kama Ratih sebagai dewa-dewi asmara.


Gandhok dan Pawon

Ruangan paling belakang dari rumah tradisi Jawa adalah Gandhok yang berbentuk memanjang di sebelah kiri dan kanan pringgitan dan dalem ageng. Selain itu, juga ada pawon yang merupakan sebutan bagi dapur dalam tradisi Jawa, serta pekiwan yang digunakan sebagai wc/toilet. Pawon dalam Bahasa Jawa berasal dari kata pa+awu+an yang berarti tempat awu atau abu, yang terlihat hitam dan kotor. Oleh karena itulah ruangan ini ditempatkan di bagian belakang dari rumah.
Ruangan-ruangan tersebut dibuat terpisah dari ruangan utama, apalagi dari ruangan yang bersifat suci untuk pemilik rumah tersebut. Menurut adat Jawa, makan bukanlah sesuatu hal yang penting sehingga dalam membangun pawon pun tidak ada patokan khusus. Dalam Kitab Wulangreh yang disusun oleh Paku Buwana IV, dikatakan “Aja pijer mangan nendra” yang berarti jangan selalu makan dan tidur serta “Sudanen dhahar lan guling” yang berarti kurangilah makan dan tidur.

Itulah filosofi yang terdapat dalam bangunan rumah adat Jawa yang kini tak banyak ditemui. Dengan bentuk yang sudah paten, memang bangunan rumah adat Jawa menggambarkan gaya hidup masyarakatnya yang rukun dan suka berbaur. Selain itu, susunan pembagian ruangnya pun juga tak lepas untuk melindungi privasi penghuni rumah dari pengetahuan luar. 

Sumber : https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwi254DwiZvXAhXBMo8KHbuMBlUQFggyMAI&url=http%3A%2F%2Fwww.boombastis.com%2Ffilosofi-rumah-jawa%2F78079&usg=AOvVaw0iASyThTm97VNRoBtBM7WJ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Filosofi dari Rumah Adat Joglo

Filosofi dari Rumah Adat Joglo Teras dan Pendopo Salah satu ciri khas yang dimiliki rumah Jawa adalah teras yang tak beratap serta p...